Opini  

OPINI : “Menelisik Soal Pernikahan dan Perceraian di Jabar”

Penerapan sistem ekonomi neo liberal kapitalisme yang eksploitatif, telah nyata memproduksi kemiskinan dan kesenjangan sosial yang sangat lebar. Badai PHK pun terjadi dimana-mana, pajak melangit, sementara biaya kebutuhan semakin jauh dari jangkauan.

Kondisi ini pun diperparah dengan penerapan sistem sosial yang tak kenal halal haram, bahkan pergaulan masyarakat diwarnai paham rusak seperti liberalisme, pluralisme, yang menyingkirkan peran agama dalam kehidupan, hingga dengan mudah memicu berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Akhirnya berpengaruh terhadap pemikiran masyarakat, gaya hidup materislistis mendominasi dan akhirnya memicu generasi untuk menunda bahkan tidak mau menikah (waithood).

Namun sayang, solusi yang sudah dilakukan kapitalisme sekuler dalam mengatasi rapuhnya ketahanan keluarga masih parsial dan tak menyentuh akar persoalan. Pemberdayaan ekonomi perempuan, penyuluhan pra pernikahan, penyuluhan-penyuluhan agama dan lain-lain, nampak tak mampu menyelesaikan persoalan.

Bahkan baru-baru ini sebuah rancangan undang-undang ketahanan keluarga dicanangkan untuk mengembalikan fungsi keluarga, dengan mengukuhkan seluruh aspek pendukung ketahanan keluarga, termasuk memperbaiki dan menguatkan peran, fungsi dan pola relasi suami-istri dan lain sebagainya.

Upaya ini pun ternyata memicu pro dan kontra, yang tak sepakat menilai bahwa rancangan undang-undang ini terlalu masuk ke ranah privat dan tak sesuai dengan prinsip kesetaraan gender yang selama ini diperjuangkan. Apalagi RUU ini dipandang terlalu kental dengan nuansa ajaran Islam, sehingga dipandang tak sesuai dengan spirit kebhinekaan yang selama ini diagung-agungkan.

Baca Juga :  Lapas Kelas IIB Sukabumi Bersinergis Dengan Polres Sukabumi Kota Gelar Vaksin