Opini  

Opini : “SANTRI, Dakwah dan Pengabdian”

B.Wahyudi Ketua Umum Yayasan Pengabdian Santri Nusantara (YPSN), Foto dok. (Istinewa).*

BERBICARA Santri pastinya tidak ada ujungpangkalnya, terlebih jika kita melihat kehidupan santri di pondok pesantren yakni mulai dari subuh sampai sebelum tidur lagi santri akan mempelajari kitab-kitab kuning. Mulai dari Talimu al-Mutaalim, Riyadhu Sholihin, Alfiyah, Arbain Nawawi, Mustholah al-Hadits, Nahwu Shorof, Fathul Muin, Fathul Qarib, Al-Hikam, Ihya Ulumuddin, Jawahirul Bukhari, dan banyak lagi.

Jika seorang SANTRI sehabis mondok, lazimnya seorang SANTRI seharusnya bersyukur karena mandapatkan ilmu agama yang begitu banyak, sebagai bekal hidup di tengah-tengah masyarakat. Sepulang dari pondok, seorang SANTRI dipastikan bisa mengaji dan menguasai ilmu agama.

Tapi apakah hanya itu saja sudah cukup bagi SANTRI untuk bekal hidup di tengah masyarakat?

“Sebab, santri yang baik adalah yang bisa mengaplikasikan dan mengajarkan ilmu yang telah dipelajari di masyarakat”

Kiai Abdun Nashir, pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikmah Purwoasri, Kediri pernah mengatakan, “Jika santri sudah selesai menimba ilmu di pesantren, mengajarlah. Walaupun yang kamu ajar adalah adikmu sendiri.”

Memang benar, setelah belajar bertahun-tahun di pesantren, seorang SANTRI tentu telah memperoleh banyak ilmu keagamaan. Dan, ilmunya akan disebut bermanfaat jika seorang SANTRI bisa mengamalkan dan mengajarkan kepada keluarganya serta orang lain.

Itulah SANTRI yang sangat dinantikan peranannya dalam membangun kehidupan bermasyarakat di era sekarang ini. SANTRI harus mengamalkan dan mengajarkan ilmu agama dan akhlak di masyarakat.

Baca Juga :  Kadinsos Jabar Dorong Santri Siaga Bencana