Muatan Lokal Dalam Kebinekaan Global

Dra. Wilda Sagita, M.Pd. Pengawas SMA Cabang Dinas Wilayah VII. Disdik Jabar. ( Foto. Istimewa).**

BANDUNG, Kehidupan global adalah keniscayaan yang tak bisa dihindarkan, makna kemanusiaan menjadi harga jual kehidupan dunia agar tetap aman dan membahagiakan umat manusia di dunia.

“Lokal dan global bukan lagi saatnya untuk dipertentangkan, melainkan dua hal yang harus disatukan dalam kecamata keterbukaan, saya, anda, kita adalah makhluk unik yang dikehendaki Tuhan Yang Maha Esa. Manusia untuk bisa hidup berbeda dengan tetap merasa sama.”

Filosofi luhur setiap bangsa senantiasa memberi ruang pada penghargaan, kemuliaan, dan kesamaan harkat dan martabat manusia.

Demikian juga dengan filosofi masyarakat yang hidup di wilayah Jawa Barat, diseputar BoDeBek (Bogor, Depok dan Bekasi) yang kental dengan kultur betawi, Priangan (Kultur budaya sunda) dan Cirebon, Indramayu terkenal dengan budaya pantura, beranggapan bahwa kebagjaan atau hidup harmoni adalah hal yang harus menjadi kesepakatan untuk tetap bisa hidup bersama. Dan hal tersebut telah menajdi local wisdom yang dipegang masyarakat sejak lama.

READ ALSO

Dunia pendidikan, persekolahan merupakan miniatur masyarakat yang selayaknya menyerap budaya positif leluhur masyarakat sekitarnya. Muatan kurikulum yang menjadi program sekolah sewajarnya mengakomodir kekayaan budaya dimana mereka berada.

Kebagjaan (wellbeing) harus terpancar di hati para warga sekolah yang memahami bahwa mereka adalah masyarakat yang hidup dengan prinsip Silih Asih, Silih Asuh, Silih Asah dan Silih Wawangi, menajadi manusia insan kamil, benar dalam menjalani hidup.

“Muatan lokal yang menjadi nafas gerak masyarakat sepantasnya tersurat dalam capaian belajar para siswa di sekolah, dan tersirat dalam iklim sekolah yang menjadi atmosfir dunia pendidikan”

Masagi Simbol Manusia Sejati

Kebagjaan/ Wellbeing dianalogikan dengan istilah MASAGI merupakan capaian belajar siswa khususnya dimasa pandemi Covid-19. Masagi yang berarti ruang/bentuk yang memiliki empat sisi yang sama, dengan titik-titik penghubung Niti Surti, Niti Harti, Niti Bukti dan Niti Bakti.

READ ALSO

Niti yang berarti tahapan menjelaskan bahwa proses pengembangan pikiran sesorang dimuali dengan Niti surti, tahapan empati, peduli, ada proses merasakan keterlibatan batin pada sasaran yang dilihat, didengar dan dirasa seseorang.

“Tahapan ini sangat penting untuk memulai pengembangan daya pikir, karena dengan surti terjadi proses keterlibatan lahir dan batin untuk mengetahui, mengenal lebih jauh sesuatu yang menjadi ketertarikan atau sasaran pikirnya. Dengan keterlibatan batin atau hati dalam proses berpikir akan melahirkan kekuatan yang memperkokoh capaian yang diharapkan”

Proses selanjutnya adalah Niti Harti, artinya langkah untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan, yang dengan hal tersebut selanjutnya mendorong untuk dapat dibuktikan melalui berbagai metode, cara atau teknik; dalam kurikulum 2013 dikenal dengan teknik unjuk kerja/praktik, proyek, portofolio dan produk untuk membuktikan pengetahuan yang dimiliki dapat digunakan, dibuktikan dengan sesuatu yang konkrit.

STREAMING JUBIR-TV :

Istilah dalam pendekatan 4 Niti proses tersebut disebut Niti Bukti. Agar menjadi ilmu yang seutuhnya, bukti bahwa sesorang memiliki kompetensi, ilmu maka akan sempurna apabila titik ketiga dalam proses tersebut dihubungkan dengan titik keempat yaitu Niti Bakti.

Bakti merupakan perwujudaan amal, yang menggambarkan aktivitas yang menyeluruh dari daya manusia untuk kebermanfaatan bukan hanya dirinya tetapi juga lingkungan sekitarnya, bukan hanya makhluk yang bernama manusia tetapi juga semesta lainnya ciptaan Allah Tuhan Yang Maha Esa.

“Empat sisi yang membentuk bujur sangkar atau MASAGI adalah gambaran manusia yang utuh, yang bagja, Insan Kamil yang harus terus terlahir, terwujud demi mencapai kebahagiaan, kebagjaan hidup bersama dalam masyarakat lokal dan global”

Muatan Lokal Dalam Kebinekaan Global

Kekayaan leluhur yang tergambar dalam simbul manusia MASAGI harus terwariskan ke anak keturunan yang hidup di masyarat sekitar budaya itu berkembang. Prinsip hidup MASAGI merupakan kekayaan budaya lokal yang terus harus dipelihara, dijaga melalui berbagai cara yang salah satunya adalah menjadi muatan kurikulum yang berbasis lokal atau muatan lokal. Implementasi muatan lokal dalam kurikulum 2013 terakomodir dengan regulasi yang ditetapkan pada tahun 2014 melalui Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan (Permendikbud) No 79.

READ ALSO

Hal tersebut dimaksudkan agar keunggulan dan kearifan budaya setempat dikenal dan dicintai peserta didik, bahkan diharapkan dilestarikan untuk kemanfaatan dirinya dan lingkungan sekitarnya, baik lokal maupun global. Budaya manusia MASAGI membuka ruang untuk bisa hidup bersama dalam keanekaan global.

Strategi Muatan Lokal

Berdasarkan Permendikbud No 79 Tahun 2014 Tentang Muatan Lokal, dijelaskan strategi implementasi pembelajaran muatan lokal, salah satunya dapat dilakukan dengan diintegrasikan dalam mata pelajaran seni budaya, prakarya dan/atau pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan.

Bahan pembelajaran muatan lokal yang berbasis budaya dapat muncul dalam berbagai kreasi, contoh dalam materi pelajaran Penjasorkes ada kompetensi dasar terkait Pengembangan Bela Diri. Jenis olah raga bela diri dimiliki oleh seluruh masyarakat dunia, termasuk penca silat.

“Namun kreasi bela diri tersebut dapat diwarnai oleh budaya setempat, sehingga bentuknya menjadi beragam, membentuk karakter masyarakat setempat bela diri Penca Silat memiliki dua sisi yang perlu dioptimalkan pelestariannya, yaitu sisi tuntunanya dan tontonanya”

Kedua hal tersebut menjadi tantangan bagi masyarakat khususnya dunia akademisi, dunia persekolahan yang disinyalir memiliki potensi, ruang gerak untuk menjadikan seni bela diri terwarnai budaya setempat dan mewarnai masyarakat yang lainnya melalui tontotan yang menarik.

Mengingat kondisi dan situasi yang masih pandemic Covid -19, bahkan di beberapa tempat masih harus melakukan pembelajaran jarak Jauh (PJJ), maka teknik pengintegrasiaan bahan pelajaran muatan lokal pada pelajaran lain dipandang lebih efektif untuk bisa dikenal dan dicintai peserta didik.

Dari segi beban belajar waktunya tidak ditambah, namun dari segi pembelajarannya diperkaya, diperdalam melalui pendekatan Niti Surti, Niti Harti, Niti Bukti dan Niti Bakti dengan model pembelajaran yang menekankan aktivitas seperti proyek.

READ ALSO

PJBL (Project based learning / Pembelajaran Berbasis Proyek) dengan implementasi 4 Niti khas Jawa Barat memungkinkan peserta didik secara mandiri maupun kolaboratif mempelajari pembelajaran muatan lokal (Penca Silat) melalui tahapan surti, sadar akan adanya kearifan lokal yang harus dilestarikan, bangga akan kekayaan lokal yang harus dijaga, dicermati dan dimaknai sebegaia warisan yang harus dikembangkan.

“Rasa tanggung jawab secara moral menuntunnya untuk mencari tahu lebih banyak lagi terkait hal tersebut, maka dibuat perencanaan aktivitas melalui observasi, study literature, wawancara dll untuk dapat informasi/ilmu, atau istilah kurikulum MASAGI adalah Niti Harti”

Dari pendalaman ilmu/informasi dapat menggerakan jiwa, dan raga untuk berkreasi, berekspresi melalui berbagai performa yang dapat dinikmati dirinya dan orang lain, dan itu adalah bukti diri memiliki kompetensi atau istilah lainnya adalah Niti Bukti.

Ilmu tanpa bukti, kreari, innovasi tidak akan menjadikan kehidupan bermakna. Untuk itu Niti Bakti mendorong kompetensi menjadi kekayaan diri yang kahikiki melalui kebermaknaan bagi diri dan orang lain. Dengan demikian semua orang merasa aman, bagja, bahagia dengan dirinya.

“Hakikat manusia MASAGI adalah manusia yang bisa memaknai kehidupan anugrah Tuhan Yang Maha Esa dengan rasa syukur dapat menjadikan dirinya manusia yang berkembang sesuai dengan fitrahnya, sesuai dengan Blue print kehendak yang Maha Kuasa.” (Red/Jubir).***

Baca Juga :  Sekdisdik Hadiri Pelatihan Trauma Konseling dan SPAB bagi Guru BK